BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kromatografi
merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi
memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat
penyerap, misalnya kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah
menurut bobot molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh
warna-warnanya (Puspasari, 2010, hal: 159).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis
kualitatif dari suatu
sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut
yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya
disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran
larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut (Wikipedia, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan
berikut akan membahas tentang cara pemisahan dengan metode kromatorafi lapis
tipis (KLT) dan memisahkan pigmen warna dalam salah satu cuplikan dengan metode
kromatograsi lapis tipis (KLT).
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah pada percobaan ini adalah:
1.
Bagaimana cara mengetahui pemisahan dengan metode
kromatografi lapis tipis?
2.
Bagaimana cara memisahkan pigmen warna dalam suatu
cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis?
C. Tujuan
Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah:
1.
Mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi
lapis tipis.
2.
Mengetahui cara memisahkan pigmen warna dalam suatu
cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Istilah kromatografi berasal dari
kata latin chroma berarti warna dan
graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael
Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam percobaannya
ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak
tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam
kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali
dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat,
kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna
yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam
ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007, hal: 73).
Semua
kromatografi memiliki fase diam
(dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).
Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang
berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis
silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana
dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau
campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).
Kromatografi lapis tipis
dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada
lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan
merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga
sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan
dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali
senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi
pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah
diatome, kieselgurh juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat
digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silika
terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu
aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapis tipis siap
pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan
sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil
analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2008, hal: 163 – 164).
Pemilihan sistem pelarut dan
komposisi lapis tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan.
Pada penetesan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe
(penyuntik berukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi
pelat kromatografi (sebanyak 0,01 – 10 µg zat). Pelarut harus nonpolar dan
mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan
vertikal searah gerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan
pemisahan yang dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut
mencapai tinggi 15 – 18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20 – 40 menit. Semua
teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk
kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi
kertas karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi
(Khopkar, 2008, hal: 164).
Zat-zat berwarna dapat terlihat
langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk dapat melihat
bercak suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organik. Demikian juga
penandaan secara radiokimia juga dapat digunakan, untuk menempatkan posisi
suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepis saja. Bagian yang
lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan
setelah pemisahan selesai (Khopkar, 2008, hal: 164 – 165).
Jarak
antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu,
diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk
memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai
perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar
sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam
sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Rf
= Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin
besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa
tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama,
nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari
plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam
mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama
maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama sedangkan,
bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan senyawa yang berbeda
(Wikipedia, 2012).
BAB
III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal : Kamis/ 10 Mei 2012
Pukul : 13.30 – 16.00 WITA
Tempat : Laboratorium Kimia Analitik,
Lantai I, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
B. Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1.
Alat
a.
Chamber 1 buah
b.
Oven
listrik 1
buah
c.
Penotol 1
buah
d.
Gelas
kimia 250 mL 1
buah
e.
Pinset 1
buah
f.
Kaca 1 buah
g.
Penggaris 1
buah
h.
Pensil 1
buah
i.
Botol
semprot 1
buah
2.
Bahan
a.
Kloroform
(CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 2:3 3 mL
b.
Kloroform
(CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 3:2 2 mL
c.
Lempeng
KLT
d.
Tinta
biru
e.
Tinta
merah
f.
Tinta
ungu
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini
adalah:
- Memasukkan 3 mL pelarut ke dalam chamber.
- Memanaskan KLT ke dalam oven listrik selama 10 menit.
- Menyiapkan KLT, kemudian pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya dibuat garis dengan pensil yang dibagi menjadi 3 bagian dan menandai dari nomor 1 sampai dengan nomor 3.
- Menotolkan tinta berwarna merah, ungu dan biru ke masing-masing sekat yang telah dibuat.
- Meletakkan KLT ke dalam chamber yang sudah disediakan dengan sisi plat yang mengandung tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga sehingga tetesan-tetesan tidak tercelup dalam larutan. Menutup chamber.
- Setelah permukaan pelarut berjalan hingga ¾ bagian dari tinggi plat KLT tersebut, plat dikeluarkan dari chamber. Memberi tanda permukaan pelarut dengan pensil.
- Memberi tanda pada noda-noda yang terbentuk dan menghitung Rf untuk zat standar dan cuplikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Warna Tinta
|
Perbandingan
eluen
(kloroform:
etanol)
|
Komponen warna
|
Rf
|
Gambar
|
Ungu
|
3:2
|
a.ungu
b.biru
c.ungu muda
d.pink
|
0,12857
0,14285
0,25714
0,28571
|
|
Merah
|
3:2
|
a.merah
b.pink
|
0,07142
0,35714
|
|
Biru
|
3:2
|
a.biru
b.biru muda
|
0,17142
0,35714
|
|
Ungu
|
2:3
|
a.ungu
b.biru
c.biru tua
d.ungu pink
e.pink tua
|
0,76373
0,83516
0,81318
0,71428
0,70329
|
|
Merah
|
2:3
|
a.merah
b.pink
c.pink muda
|
0,82417
0,76923
0,61538
|
|
Biru
|
2:3
|
a.biru
b.biru muda
|
0,83516
0,84615
|
|
B.
Analisis Data
- Ungu:
Rf
= 0,12857
- Biru:
Rf = 0,14285
- Ungu muda:
Rf
= 0,25714
- Pink:
Rf
= 0,28571
- Merah:
Rf
= 0,07142
- Pink:
Rf
= 0,22857
- Biru:
Rf
= 0,17142
- Biru muda:
Rf
= 0,35714
- Ungu:
Rf
= 0,76373
- Biru:
Rf
= 0,83516
- Biru tua:
Rf
= 0,81318
- Ungu pink:
Rf
= 0,71428
- Pink tua:
Rf
= 0,70329
- Merah:
Rf
= 0,82417
- Pink:
Rf
= 0,76923
- Pink muda:
Rf
= 0,61538
- Biru:
Rf
= 0,83516
- Biru muda:
Rf
= 0,84615
C.
Pembahasan
Pada percobaan ini yaitu untuk
mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dan memisahkan
pigmen warna dengan metode kromatografi lapis tipis. Dalam hal ini, tinta warna
merah, ungu dan biru yang dijadikan sebagai sampel yang akan dipisahkan oleh
pelarut cair yaitu kloroform (CHCl3) : etanol (C2H5OH)
dengan nilai perbandingan 3:2 dan 2:3. Kloroform : etanol dimasukkan ke dalam
chamber sebanyak 3 mL yang berfungsi sebagai pelarut nonpolar pada kromatografi
lapis tipis. Setelah itu memasukkan lapis tipis ke dalam oven listrik selama 10
menit, lalu membuat garis pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya yang
berfungsi sebagai pembatas ketika lapis tipis dimasukkan ke dalam chamber yang
berisi pelarut. Selanjutnya memberikan tiga sekat pada lapis tipis dan
menotolkan tinta berwarna ungu, merah dan biru ke masing-masing antara sekat
yang telah dibuat, dalam hal ini tinta berwarna berfungsi sebagai zat yang akan
dipisahkan pigmen warnanya pada setiap tinta. Setelah itu meletakkan KLT ke
dalam chamber yang telah disediakan dengan sisi plat yang mengandung
tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga agar tetesan-tetesan tidak
tercelup ke dalam pelarut, lalu menutup chamber. Setelah permukaan pelarut berjalan hingga ¾
bagian dari tinggi plat KLT tersebut, lalu mengeluarkan plat dari chamber dan
member tanda permukaan pelarut serta noda-noda yang terbentuk pada plat dengan
pensil yang berfungsi untuk mengetahui nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk
dari hasil pengukuran perbandingan antara panjang noda dan pelarutnya.
Berdasarkan data yang diperoleh,
nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk yaitu, untuk tinta ungu dengan
perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda ungu, biru, ungu
muda dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,12857; 0,14285; 0,25714
dan 0,28571. Pada tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol
(3:2) membentuk noda merah dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu
0,07142; 0,35714. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol
(3:2) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu
0,17142; 0,35714. Pada tinta ungu dengan perbandingan eluen kloroform : etanol
(2:3) membentuk noda ungu, biru, biru tua, ungu pink dan pink tua dengan nilai
Rf yang diperoleh yaitu 0,76373; 0,83516; 0,81318; 0,71428 dan 0,70329. Pada
tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda
merah, pink dan pink muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,82417;
0,76923; 0,61538. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol
(2:3) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu
0,83516 dan 0,84615. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin panjang
ukuran noda pada setiap zat maka semakin besar pula nilai Rf yang diperoleh
sebab panjang ukuran noda berbanding lurus dengan nilai Rf. Nilai Rf yang
berbeda-beda tergantung pada noda-noda yang tampak karena noda-noda yang timbul
pada KLT memiliki jarak masing-masing yang tidak akan sama dengan jarak noda
yang lain dibagi dengan jarak pelarut (eluen) yang digunakan, dalam hal ini
nilai pelarut yang baik berdasarkan teori yaitu akan menghasilkan nilai Rf
antara 0,5 sampai 0,8. Dapat diketahui dari percobaan bahwa nilai Rf yang baik
terdapat pada pelarut (eluen) kloroform:etanol (2:3) karena pada percobaan
diperoleh nilai Rf sekitar 0,7 sampai 0,8.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah:
1.
Mengetahui
cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis yaitu dengan memasukkan
KLT yang telah diteteskan noda-noda ke dalam chamber yang berisi eluen, lalu
beberapa saat kemudian pelarut dan noda-noda akan naik berdasarkan gaya kapiler
dengan memisahkan komponen-komponenya.
2.
Memisahkan
pigmen warna dalam suatu cuplikan dengan metode kromatografi lapis tipis.
B.
Saran
Saran pada percobaan ini adalah
sebaiknya dapat mengganti pelarut kloroform:etanol dengan pelarut benzena:etanol
yang volumenya sama agar dapat membandingkan seberapa cepat pelarut dapat
memisahkan komponen-komponen tiap noda yang terbentuk.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimin,
dkk. Kimia Analitik. Makassar:
Alauddin Press, 2007.
Clark, Jim. Kromatografi Lapis Tipis. “http://chem-is-try.org/”diakses pada
tanggal 03 Mei 2012.
Khopkar, SM. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
UI-Press, 2008.
Kromatografi
Lapis Tipis.
“http://id.wikipedia.org/”diakses
pada tanggal 03 Mei 2012.
Puspasari, Dian. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar