Selasa, 14 Mei 2013

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
                    Kromatografi merupakan metode analisis campuran atau larutan senyawa kimia dengan absorpsi memilih pada zat penyerap, zat cair dibiarkan mengalir melalui kolom zat penyerap, misalnya kapur, alumina dan semacamnya sehingga penyusunnya terpisah menurut bobot molekulnya, mula-mula memang fraksi-fraksi dicirikan oleh warna-warnanya (Puspasari, 2010, hal: 159).
               Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut (Wikipedia, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan berikut akan membahas tentang cara pemisahan dengan metode kromatorafi lapis tipis (KLT) dan memisahkan pigmen warna dalam salah satu cuplikan dengan metode kromatograsi lapis tipis (KLT).
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada percobaan ini adalah:
1.      Bagaimana cara mengetahui pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis?
2.      Bagaimana cara memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis?
C.    Tujuan Percobaan
Tujuan pada percobaan ini adalah:
1.      Mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis.
2.      Mengetahui cara memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan pada metode kromatografi lapis tipis.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
               Istilah kromatografi berasal dari kata latin chroma berarti warna dan graphien berarti menulis. Kromatografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tsweet (1903) seorang ahli botani dari Rusia. Michael Tsweet dalam percobaannya ia berhasil memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dalam ekstrak tumbuhan dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan (Alimin, 2007, hal: 73).
               Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Clark, 2007).
               Kromatografi lapis tipis dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorbent dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram, ini dikenal juga sebagai kromatografi kolom terbuka. Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitive. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya adalah silika gel, tetapi kadang kala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselgurh juga dapat digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen Paris, kanji, disperse koloid plastic, silika terhidrasi. Untuk meratakan pengikat dan zat pada pengadsorpsi digunakan suatu aplikator. Sekarang ini telah banyak tersedia kromatografi lapis tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca yang telah terlapisi, kromatotube dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 2008, hal: 163 – 164).
               Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapis tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan. Pada penetesan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01 – 10 µg zat). Pelarut harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertikal searah gerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperature kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15 – 18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20 – 40 menit. Semua teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi kertas karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 2008, hal: 164).
               Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan reagent penyemprot untuk dapat melihat bercak suatu zat. Asam kromat sering digunakan untuk zat organik. Demikian juga penandaan secara radiokimia juga dapat digunakan, untuk menempatkan posisi suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepis saja. Bagian yang lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dengan pengerokan setelah pemisahan selesai (Khopkar, 2008, hal: 164 – 165).
               Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut:
               Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan senyawa yang berbeda (Wikipedia, 2012).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Hari/ Tanggal        : Kamis/ 10 Mei 2012
Pukul                     : 13.30 – 16.00 WITA
Tempat                  : Laboratorium Kimia Analitik, Lantai I, Universitas   Islam  Negeri Alauddin Makassar
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1.    Alat
a.    Chamber                                                1 buah
b.    Oven listrik                                            1 buah
c.    Penotol                                                  1 buah
d.   Gelas kimia 250 mL                              1 buah
e.    Pinset                                                     1 buah
f.     Kaca                                                      1 buah
g.    Penggaris                                               1 buah
h.    Pensil                                                     1 buah
i.      Botol semprot                                        1 buah
2.    Bahan
a.    Kloroform (CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 2:3      3 mL
b.    Kloroform (CHCl3) : Etanol (C2H5OH) 3:2      2 mL
c.    Lempeng KLT
d.   Tinta biru
e.    Tinta merah
f.     Tinta ungu
C.    Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah:
  1. Memasukkan 3 mL pelarut ke dalam chamber.
  2. Memanaskan KLT ke dalam oven listrik selama 10 menit.
  3. Menyiapkan KLT, kemudian pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya dibuat garis dengan pensil yang dibagi menjadi 3 bagian dan menandai dari nomor 1 sampai dengan nomor 3.
  4. Menotolkan tinta berwarna merah, ungu dan biru ke masing-masing sekat yang telah dibuat.
  5. Meletakkan KLT ke dalam chamber yang sudah disediakan dengan sisi plat yang mengandung tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga sehingga tetesan-tetesan tidak tercelup dalam larutan. Menutup chamber.
  6. Setelah permukaan pelarut berjalan hingga ¾ bagian dari tinggi plat KLT tersebut, plat dikeluarkan dari chamber. Memberi tanda permukaan pelarut dengan pensil.
  7. Memberi tanda pada noda-noda yang terbentuk dan menghitung Rf untuk zat standar dan cuplikan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
Warna Tinta
Perbandingan eluen
(kloroform:
etanol)
Komponen warna
Rf
Gambar
Ungu
3:2
a.ungu
b.biru
c.ungu muda
d.pink
0,12857
0,14285
0,25714
0,28571


Merah
3:2
a.merah
b.pink
0,07142
0,35714
Biru
3:2
a.biru
b.biru muda
0,17142
0,35714


Ungu
2:3
a.ungu
b.biru
c.biru tua
d.ungu pink
e.pink tua
0,76373
0,83516
0,81318
0,71428
0,70329
Merah
2:3
a.merah
b.pink
c.pink muda

0,82417
0,76923
0,61538
Biru
2:3
a.biru
b.biru muda
0,83516
0,84615


B.     Analisis Data
  1. Ungu:


 


Rf = 0,12857
  1. Biru:


 


Rf = 0,14285
  1. Ungu muda:


 


Rf = 0,25714
  1. Pink:


 
           
Rf = 0,28571
  1. Merah:            


 


Rf = 0,07142
  1. Pink:


 


Rf = 0,22857
  1. Biru:


 


Rf = 0,17142
  1. Biru muda:


 


Rf = 0,35714
  1. Ungu:              


 


Rf = 0,76373
  1. Biru:


 


Rf = 0,83516
  1. Biru tua:


 


Rf = 0,81318
  1. Ungu pink:


 


Rf = 0,71428
  1. Pink tua:


 


Rf = 0,70329
  1. Merah:


 


Rf = 0,82417
  1. Pink:


 


Rf = 0,76923
  1. Pink muda:


 


Rf = 0,61538
  1. Biru:


 


Rf = 0,83516
  1. Biru muda:


 


Rf = 0,84615
C.     Pembahasan
               Pada percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis dan memisahkan pigmen warna dengan metode kromatografi lapis tipis. Dalam hal ini, tinta warna merah, ungu dan biru yang dijadikan sebagai sampel yang akan dipisahkan oleh pelarut cair yaitu kloroform (CHCl3) : etanol (C2H5OH) dengan nilai perbandingan 3:2 dan 2:3. Kloroform : etanol dimasukkan ke dalam chamber sebanyak 3 mL yang berfungsi sebagai pelarut nonpolar pada kromatografi lapis tipis. Setelah itu memasukkan lapis tipis ke dalam oven listrik selama 10 menit, lalu membuat garis pada jarak 1 cm dari salah satu sisinya yang berfungsi sebagai pembatas ketika lapis tipis dimasukkan ke dalam chamber yang berisi pelarut. Selanjutnya memberikan tiga sekat pada lapis tipis dan menotolkan tinta berwarna ungu, merah dan biru ke masing-masing antara sekat yang telah dibuat, dalam hal ini tinta berwarna berfungsi sebagai zat yang akan dipisahkan pigmen warnanya pada setiap tinta. Setelah itu meletakkan KLT ke dalam chamber yang telah disediakan dengan sisi plat yang mengandung tetesan-tetesan zat pada bagian bawah dan menjaga agar tetesan-tetesan tidak tercelup ke dalam pelarut, lalu menutup chamber.  Setelah permukaan pelarut berjalan hingga ¾ bagian dari tinggi plat KLT tersebut, lalu mengeluarkan plat dari chamber dan member tanda permukaan pelarut serta noda-noda yang terbentuk pada plat dengan pensil yang berfungsi untuk mengetahui nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk dari hasil pengukuran perbandingan antara panjang noda dan pelarutnya.
               Berdasarkan data yang diperoleh, nilai Rf dari tiap noda yang terbentuk yaitu, untuk tinta ungu dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda ungu, biru, ungu muda dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,12857; 0,14285; 0,25714 dan 0,28571. Pada tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda merah dan pink dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,07142; 0,35714. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (3:2) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,17142; 0,35714. Pada tinta ungu dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda ungu, biru, biru tua, ungu pink dan pink tua dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,76373; 0,83516; 0,81318; 0,71428 dan 0,70329. Pada tinta merah dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda merah, pink dan pink muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,82417; 0,76923; 0,61538. Pada tinta biru dengan perbandingan eluen kloroform : etanol (2:3) membentuk noda biru dan biru muda dengan nilai Rf yang diperoleh yaitu 0,83516 dan 0,84615. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin panjang ukuran noda pada setiap zat maka semakin besar pula nilai Rf yang diperoleh sebab panjang ukuran noda berbanding lurus dengan nilai Rf. Nilai Rf yang berbeda-beda tergantung pada noda-noda yang tampak karena noda-noda yang timbul pada KLT memiliki jarak masing-masing yang tidak akan sama dengan jarak noda yang lain dibagi dengan jarak pelarut (eluen) yang digunakan, dalam hal ini nilai pelarut yang baik berdasarkan teori yaitu akan menghasilkan nilai Rf antara 0,5 sampai 0,8. Dapat diketahui dari percobaan bahwa nilai Rf yang baik terdapat pada pelarut (eluen) kloroform:etanol (2:3) karena pada percobaan diperoleh nilai Rf sekitar 0,7 sampai 0,8.






BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         Kesimpulan pada percobaan ini adalah:
1.      Mengetahui cara pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis yaitu dengan memasukkan KLT yang telah diteteskan noda-noda ke dalam chamber yang berisi eluen, lalu beberapa saat kemudian pelarut dan noda-noda akan naik berdasarkan gaya kapiler dengan memisahkan komponen-komponenya.
2.      Memisahkan pigmen warna dalam suatu cuplikan dengan metode kromatografi lapis tipis.
B.     Saran
         Saran pada percobaan ini adalah sebaiknya dapat mengganti pelarut kloroform:etanol dengan pelarut benzena:etanol yang volumenya sama agar dapat membandingkan seberapa cepat pelarut dapat memisahkan komponen-komponen tiap noda yang terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA
Alimin, dkk. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press, 2007.

Clark, Jim. Kromatografi Lapis Tipis. “http://chem-is-try.org/”diakses pada tanggal 03 Mei 2012.
Khopkar, SM. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press, 2008.

Kromatografi Lapis Tipis. “http://id.wikipedia.org/”diakses pada tanggal 03 Mei 2012.
Puspasari, Dian. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Dwi Media Press, 2010.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar